Kamis, 22 Maret 2012

95 Persen Bahan Baku Obat Diimpor

Sebanyak 90 persen kebutuhan obat nasional sudah dipenuhi industri farmasi di dalam negeri. Namun, 95 persen bahan baku obat yang digunakan masih diimpor, khususnya dari China dan India. Ketergantungan ini berisiko besar bagi ketahanan obat nasional. Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Maura Linda Sitanggang di Jakarta, Jumat (9/3), mengatakan, pemenuhan obat nasional ini merupakan yang tertinggi di antara negara-negara Asia Tenggara. Produsen obat itu terdiri dari 204 perusahaan nasional, 28 perusahaan asing di Indonesia, dan 4 perusahaan badan usaha milik negara (BUMN). Kebutuhan obat di Singapura, Thailand, Malaysia, dan Filipina sebagian besar diimpor. Menurut Linda, tidak ada satu pun negara yang mampu memenuhi kebutuhan bahan baku obat secara mandiri. Nilai ekonomis produksi untuk menekan harga jual masih menjadi pertimbangan utama. Rasio ideal pemenuhan bahan baku obat dalam negeri dan impor tidak bisa ditentukan secara keseluruhan, tetapi harus dilihat kasus per kasus, bergantung pada jenis bahan baku obat. Hal senada diungkapkan oleh Direktur Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, Kemkes, T Bahdar Johan Hamid. Menurut dia, sejumlah literatur menyarankan, sebaiknya 60 persen kebutuhan bahan baku obat diproduksi di dalam negeri. Tahun ini, pemerintah menargetkan bahan baku obat produksi dalam negeri mencapai 15 persen. Kenaikan porsi bahan baku obat dalam negeri diharapkan bertambah 5 persen tiap tahun hingga mencapai 25 persen pada tahun 2014. Bahdar mengatakan, bahan baku obat yang paling banyak dibutuhkan dan sebagian besar diimpor adalah antibiotika dan parasetamol. ”Pemerintah tak bisa memaksa BUMN memproduksi bahan baku obat karena mereka kini perusahaan terbuka,” katanya. Produksi Menurut Linda, tahapan produksi bahan baku obat dimulai dari adanya industri kimia dasar, industri kimia menengah (intermediate), dan industri bahan baku obat. Saat ini Kementerian Perindustrian sedang menggagas industri kimia dasar. Bahdar menambahkan, industri farmasi memilih mengimpor bahan baku obat karena harganya lebih murah. Pertimbangan impor ini murni karena alasan ekonomis. ”Soal kemampuan teknis membuat bahan baku obat, Indonesia sebenarnya bisa,” katanya. Linda menyatakan, jika produksi bahan baku obat dalam negeri ingin dikembangkan dan ditingkatkan produksinya, produsen tidak bisa hanya mengandalkan industri farmasi dalam negeri. ”Mereka harus mampu mencari pangsa pasar ekspor,” ujarnya. Pemerintah sedang mengupayakan insentif pengurangan pajak bagi industri bahan baku obat Indonesia. Usaha ini terkendala aturan yang menyebutkan pengurangan pajak hanya diperbolehkan untuk obat HIV/AIDS dan vaksin. Namun, pemberian insentif ini dianggap tak memberikan dampak berkelanjutan bagi industri bahan baku obat. Dalam persaingan global, efisiensi dan perluasan pasar merupakan kunci keberhasilan industri bahan baku obat. Obat generik Terkait penggunaan obat generik yang masih rendah, Linda berharap pola pikir dan perspektif tenaga kesehatan serta konsumen terhadap obat generik tidak lagi menjadi masalah pada tahun 2014. Obat generik masih dianggap tidak bermutu karena harganya murah. Padahal, murahnya harga itu karena ditiadakannya biaya promosi dan harganya ditentukan oleh pemerintah. Nilai rupiah obat generik nasional saat ini hanya menyumbang 8-11 persen dari penjualan obat nasional. Namun, volume penjualannya sudah mencapai 38 persen dari penjualan obat nasional. Di negara-negara maju, volume obat generik yang digunakan mencapai 70-80 persen. ”Konsumsi obat generik untuk penyakit kronis, seperti hipertensi dan diabetes melitus, terus naik hingga mencapai 60-70 persen. Tetapi, rata-rata konsumsi obat generik secara keseluruhan baru 38 persen,” katanya. Penggunaan obat generik diperkirakan meningkat pesat saat cakupan menyeluruh (universal coverage) untuk jaminan pembiayaan kesehatan diberlakukan tahun 2014. Saat itu, volume obat generik diperkirakan bisa mencapai 90 persen dari konsumsi obat nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar